Peran Orang Tua Dalam Mengembangkan Social Skill Anak
Peran Orangtua Dalam Mengembangkan ‘Social Skill’ Anak
“Social skills development is a life long process and is a crucial part of our success in life”
Bersosialisasi adalah sebuah seni yang dikuasai setiap hari mulai sejak kecil hingga dewasa. Anak-anak pada dasarnya telah mulai belajar bersosialisasi secara alami semenjak ia dilahirkan. Orang pertama yang berperan sebagai partner bersosialisasi ialah ibunya, kemudian ayahnya, dan seterusnya dari anggota keluarga yang lain. Secara alami, keterampilan bersosialisasi itu bertambah dan meningkat. Mereka dihadapkan dengan berbagai situasi, respons, dan perasaan. Tentunya hal-hal tersebut membentuk karakter atau kepribadian sejak kecil.
Seiring pertumbuhannya, anak-anak menghadapi banyak tantangan dalam mengembangkan keterampilan sosial dan berinteraksi dengan dunia di sekitar mereka, itu akan menjadi bagian penting dari kesuksesan dan kebahagiaan mereka, bahkan lebih penting daripada hasil akademis mereka.
Bagaimana membantu mereka mengembangkan keterampilan sosial anak yang diinginkan?
Berbicara secara efektif, berinteraksi dengan orang asing, memulai percakapan, mendengarkan, bergaul, bertanggungjawab atas perilaku, berteman dan menjaga pertemanan, berurusan dengan situasi yang tidak nyaman, ejekan, intimidasi, kecanggungan atau tidak populer, ikatan, berinteraksi, menerima dan menemukan penerimaan, empati, dan memberikan pujian dan lain-lain.
Beberapa anak secara alami lebih mahir secara sosial daripada yang lain. Meskipun demikian, bersosialisasi adalah seni yang dikuasai setiap hari setelah dewasa.
Berikut beberapa cara untuk menanamkan pada diri anak-anak keterampilan sosial dan berkomunikasi dengan baik:
1. Melatih kontak mata
Ketika berbicara dengan kita sebagai orangtua, dorong anak-anak untuk menatap mata mereka dan berbicara untuk komunikasi yang efektif dan untuk membangun kepercayaan diri. Balita Anda mungkin perlu berlatih setiap hari untuk menguasai teknis ini. Orangtua harus sering memperlihatkan bagaimana cara berkomunikasiyang baik, dengan menatap mata anak saat dia berbicara. Meninggalkan pekerjaan lain, seperti menggunakan gadget, menonton TV atau membaca koran, ketika anak memerlukan Anda sebagaimorangtua untuk menanggapi pertanyaannya atau permintaannya.
Cobalah permainan seperti ‘kontes menatap,’ beri tahu anak-ana untuk berbicara dengan mainan mereka, atau menceritakan apa yang sedang mereka alami atau bercerita tentang “peran” dari mainan mereka.
2. Melatih emosi
Biarkan anak-anak meniru berbagai emosi — kegembiraan, kemarahan, kekecewaan, kesenangan, kenakalan, keanehan, kegugupan, kelelahan, teror, bahaya, dan lain-lain. Mainkan permainan ‘identifikasikan emosi’ dengan membuat wajah atau memegang kartu dengan lambang emosi yang berbeda.
Ajak mereka bermain peran dengan berekspresi lewat emosi tertentu. Dengan cara itu membantu mereka membedakan emosi dan mengekspresikan lebih baik; dan tidak bingung saat bergaul dengan anak-anak atau orang lain. Untuk mengajari mereka emosi, penting bahwa orangtua juga berkomunikasi dengan anak-anak apa yang membuat bahagia dan sedih, jadi ketika mereka bertingkah buruk, orangtua membuat wajah yang lurus dan memberi tahu mereka “bahwa saya kesal”.
3. Melatih berkomunikasi
Anak-anak harus belajar Komunikasi baik Verbal atau non-verbal, belajar cara mengekspresikan, dan menanggapi reaksi sosial. Bantu anak-anak mengenal dan mempelajari ucapan salam dan tanggapan yang sesuai.
Anak-anak mungkin memerlukan bantuan atau bimbingan untuk berinteraksi dengan orang lain secara tepat, untuk mengatasi rasa malu, untuk mengelola respons, dan mengekspresikan perasaan yang sebenarnya. Biarkan anak-anak Anda tahu bahwa mereka bebas berbicara, bertanya, bertanya, dan mengomunikasikan kebutuhan, keinginan, kepercayaan, dan gagasan mereka.
Sebagai orang tua atau kakek-nenek, bicaralah dengan mereka setiap hari dan gunakan kata-kata seperti “tolong” dengan murah hati, “mari”, “terima kasih”, “silahkan”, “maaf”, “bolehkah?”, dan lain-lain.
4. Beri mereka lingkungan
Seorang anak yang kesepian mungkin mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan dunia. Berikan anak-anak Anda teman yang baik, peluang untuk berinteraksi dengan berbagai jenis orang.
Anak-anak dengan defisit keterampilan sosial sering mengalami kesulitan membaca ekspresi dan berinteraksi secara sosial.
Jadi kegiatan yang membuat mereka lebih nyaman dengan situasi ini adalah ide bagus. Sekolah, kelas hobi, taman bermain, kegiatan olahraga, lingkungan rumah, lapangan tempat orang-orang berkumpul, pasar malam, akan memberi mereka kesempatan untuk bersosialisasi.
Penting juga orangtua membiasakan anak pergi bersama dengan menggunakan transportasi publik. Hal itu melatih anak-anak untuk memahami berbagainsituasi di tempat publik, pengalaman melakukan perjalanan dengan moda transportasi yang tidak ekskusif. Pada pengalaman tersebut anak-anak belajar berinteraksi selayaknya orang dewasa, mengetahuimpengalaman baru menjadi bagian dari kehidupan orang kebanyakan.
[BungRam-Maret-06-20]
Bagikan supaya bermanfaat
Explore
Sejarah Psikologi
Gimmick bisa berbentuk fisik atau digital, dan bisa dalam berbagai bentuk, seperti slogan yang menarik, logo yang mencolok, atau tampilan yang menarik perhatian. Meskipun gimmick bisa efektif dalam membuat impresi dan sensasi, juga gimmick sering kali dikritik karena dangkal dan kurang substansi.
Tips Mengajarkan Murid Suka Menulis
Mengajarkan keterampilan menulis dengan pendekatan yang santai, kreatif, dan mendukung anak untuk berekspresi akan membuat mereka lebih mudah menulis dan menyukai kegiatan menulis.
7 Fondasi Penting Manajemen Sekolah
Manajemen sekolah yang efektif memiliki beberapa pondasi penting yang menjadi dasar dalam menciptakan lingkungan belajar yang produktif dan berkualitas. Pondasi-pondasi ini meliputi aspek kepemimpinan, sumber daya, tata kelola, dan kolaborasi antara seluruh elemen sekolah.
Memahami Apa Itu Gratifikasi
Gratifikasi pada dasarnya adalah “suap yang tertunda” atau sering juga disebut “suap terselubung”. Pegawai negeri atau penyelenggara negara (Pn/PN) yang terbiasa menerima gratifikasi terlarang lama kelamaan dapat terjerumus melakukan korupsi bentuk lain, seperti suap, pemerasan dan korupsi lainnya. Sehingga gratifikasi dianggap sebagai akar korupsi.