Kami Perempuan, Bukan Objek Seksual

Generic selectors
Exact matches only
Search in title
Search in content
Post Type Selectors

Kami perempuan, Bukan Objek Seksual*

Kisah Kannitha Chaya

 

Baru saja sebuah artikel mengenai pelecehan seksual di negara lain terlintas di beranda medsosku. Banyaknya kasus serupa membuatku semakin miris dengan sifat manusia saat ini, meski dengan banyaknya tindakan preventif yang telah diupayakan. Keberanianku mengatakan hal tersebut dikarenakan pengalamanku sendiri. Inilah kisahku.

Pagi itu adalah kali keempatku menggunakan transportasi umum untuk berangkat ke kampus. Tampaknya jam 7 pagi adalah pemilihan waktu berangkat terburuk, apalagi di Stasiun Manggarai, tempat yang dikenal orang sebagai medan perang yang menyangkut hidup dan mati.

Aku turun dari kereta dan berpindah ke yang lain. Tentu dengan berdesakan seperti yang sempat kulihat di FYP TikTok di malam sebelumnya. Kereta yang saat itu kunaiki penuh dengan manusia. Dan tentu saja aku yang punya tinggi 150 sentimeter terhimpit oleh orang-orang dengan badan yang lebih besar.

Pintu ditutup, roda kereta mulai berputar. Aku sedikit kehilangan keseimbangan karena tidak mendapat pegangan tiang di ujung tempat duduk, dan sedikit menabrak bapak-bapak disebelahku.

“Maaf, Pak,” ujarku dengan menunduk.

Melewati beberapa stasiun, kereta mulai terasa lebih lega. Tetapi bapak yang kutabrak tadi masih berada di dekatku. Aku melangkah ke kiri, lalu diikutinya. Ibu-ibu yang duduk di depanku sepertinya mulai merasakan risihku, terlihat dari matanya yang mulai memelototi bapak tersebut.

 

31D6210E-D942-42A1-90CE-E0F61945B51F-300x300-1
Info Seputar Kurikulum Merdeka
Sekolah-Penggerak-1
Forum Diskusi Sekolah Penggerak

“Sini dik, duduk di sini,” katanya sambil bergeser—memberikan tempat duduk di paling ujung dekat perbatasan gerbong, meski tempat itu sangat sempit. Aku duduk, dan bapak tadi berdiri di hadapanku.

Setelah ibu tersebut turun di perhentiannya, bapak ini mulai mendekat dan duduk di sebelahku. Ia duduk menempel meski tempat di sebelahnya luas dan kosong. Takut. Ya, yang kurasakan hanya takut. Tidak bisa bergerak, tubuhku seolah membeku. Bapak itu membuka silangan tangannya dan menempelkannya di pahaku, dan aku hanya bisa mengucap doa dalam hati.

“Cekrek”, suara kamera terdengar. Dan, aku yang semula menunduk, melihat gadis di hadapanku memegang ponselnya ke arahku dan bapak di sebelahku. Tak berkata apa-apa, hanya menatap kami sambil memegang ponselnya tegak—menunjukkan bahwa ia sudah memiliki bukti yang siap mengantar bapak itu ke meja hijau.

Tangan bapak tersebut langsung ditarik. Kemudian dia turun di perhentian selanjutnya. Gadis tadi menghampiriku.

“Kak, lain kali kalau udah ngerasa aneh, jangan diem aja. Pura-pura telepon aja, Kak. Atau langsung berdiri pindah tempat. Pasti ada aja kok yang mau nemenin Kakak,” ujarnya sebelum turun di stasiun tujuannya.

Miris, mengingat kata masinis setiap sebelum kereta berjalan “Segera laporkan bila Anda melihat tindak kekerasan seksual!” seolah tak berarti. Sebab, kita tidak tahu ke siapa harus melapor. Petugas keamanan yang terlihat hanya sesekali, seakan hanya formalitas untuk difoto sebagai laporan ke pemerintah. Gerbong khusus wanita tiada guna apabila kami yang berada di gerbong biasa tidak mendapat proteksi yang seharusnya.

Ya, seharusnya kami bisa menjaga diri kami sendiri. Ya, kami bebas menggunakan apapun yang kami inginkan. Tidak, tiada alasan untuk kaum adam melakukan tindakan tak senonoh terhadap kami. Kami bukan objek, bukan sarana pelampiasan nafsu.

Untuk menegaskan, pakaian yang saya gunakan adalah celana panjang yang tidak ketat. Saya juga mengenakan kemeja yang tidak terlalu terbuka.

Kami perempuan butuh proteksi. Kami butuh hukum yang lebih ketat dan fasilitas keamanan yang lebih baik. Adalah hak kami untuk bepergian keluar rumah merasa aman, terlepas dari apapun yang kami gunakan atau perbuat. Tolong, petugas keamanan yang seharusnya menjaga keamanan kami, sebisa mungkin ditempatkan di setiap gerbong untuk berpatroli.

Selain kejahatan seksual pun, banyak modus kejahatan yang dapat diminimalisasi hanya dengan memaksimalkan kinerja petugas keamanan. Perketat hukuman bagi para penjahat tersebut, setidaknya tingkatkan ketakutan mereka atas hukum jika mereka tidak bisa disadarkan dengan cara halus.

 

Tak hanya kaum hawa, kami sebagai manusia secara umum berhak atas rasa aman dan nyaman. Mari kita saling melindungi untuk lingkungan hidup kita yang lebih aman dan nyaman.

*sumber:Kami Perempuan, Bukan Objek Seksual! (msn.com)

Bagikan supaya bermanfaat

Bagaimana mengajarkan anak untuk memiliki Growth Mindset?

Explore

Artikel
Strategi dan Praktik Whole Brain Teaching

Pendekatan Whole Braing Teaching merupakan metode terpadu yang menggabungkan manajemen kelas yang efektif dan pendekatan yang baik secara pedagogis terhadap keterlibatan siswa yang efektif dengan berbagai populasi pembelajaran siswa yang telah diuji melalui 15 tahun penerapan di kelas. 

Read More »
Pendidikan
Bagaimana Kepala Sekolah Mengatasi Tantangan Perubahan Saat Ini?

Kepala sekolah harus menyadari bahwa setiap tahun ajaran berganti akan menghadirkan tantangan baru, kunci bagi para pemimpin sekolah adalah mengubah tantangan ini menjadi peluang positif. Oleh karenanya kesadaran akan sense of change ini perlu selalu muncul dan menjadi sebuah pola pikir berkembang, growth mindset.

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *