Anak Aktif, Bukan Suatu Masalah
Anak Aktif, Bukan Suatu Masalah

Orangtua banyak yang membicarakan perihal anak-anak yang aktif, dan kadang sikap aktif tersebut dipandang sebagai sebuah problem. Anak-anak yang berlompat-lompatan di sofa atau kasur, anak-anak yang senang berlarian di koridor kelas, melempar mainan atau mendorong-dorong kursi, hingga aktifitas fisik lainnya, baik anak laki atau perempuan.
Secara alami, anak-anak yang berada di usia pertumbuhan hingga menjelang remaja senang untuk bergerak, atau melakukan aktifitas fisik lainnya.
Karena mereka membutuhkan kebugaran tubuh untuk terus berkembang. Mulai dari berkembangnya berbagai fungsi otot, keseimbangan gerak dan kemampuan lokomotor, perkembangan motorik halus, yang membantu mereka juga untuk pertumbuhan keterampilan dan kemampuan belajarnya.
Hal yang keliru adalah ketika orangtua memandang sikap aktif anak sebagai sesuatu yang bertentangan dengan keharusan anak bersikap – dalam aktifitas belajar, atau dalam aktifitas sehari-hari di rumah.
Tentunya ada hal yang perlu dipahami oleh kita sebagai orangtua tentang “anak aktif”.
Kemampuan mereka untuk bersikap proper, saat dalam suasana tertentu di ruang kelas atau di dalam rumah.
Kelas yang monoton dan konvensional cenderung membuat anak merasa “tidak berdaya”. Ketika kebutuhan alaminya untuk bergerak dibatasi, bahkan cenderung mengundang perhatian atau respon negatif dari guru, dan setelah itu anak diberi “label” tertentu. Padahal dalam perkembangan teori tentang kecerdasan, kini kita mengetahui bahwa ada kecenderungan atau gaya beragam dari setiap anak yang sejatinya unik. Dan ironinya pada masa pertumbuhan, di kelas yang konvensional, guru “mengeliminasi” secara bertahap bahkan spontan, peluang perkembangan jenis kecerdasan masing-masing anak tersebut. Di rumah yang konservatif, Ayah atau Ibu akan memarahi anak yang senang melompat atau berlari, daripada mengajaknya melakukan aktifitas yang membantu menyalurkan energi.
Mengapa anak-anak harus aktif, atau mengapa mereka membutuhkan aktifitas bergerak?
Aktivitas fisik secara teratur dapat membantu anak-anak dan remaja meningkatkan kebugaran
kardiorespirasi, membangun tulang dan otot yang kuat, mengontrol berat badan, mengurangi gejala kecemasan dan depresi, serta mengurangi risiko berkembangnya kondisi kesehatan seperti:
o Penyakit jantung.
o Kanker.
o Diabetes tipe 2.
o Tekanan darah tinggi.
o Osteoporosis.
o Kegemukan.
Anak-anak yang aktif secara fisik cenderung termotivasi, fokus, dan sukses di sekolah. Dan
menguasai keterampilan fisik membangun kepercayaan diri di setiap usia.
Ada banyak keuntungan dari aktivitas fisik biasa. Mereka akan mudah menghilangkan rasa kebosanan dalam belajar. Membantu mereka untuk fokus, dan konsentrasi saat belajar mengobservasi, bekerjasama, dan cenderung percaya diri.
Jadi, alih-alih orangtua merasa kesal atau khawatir akan sikap aktif anak, sebaiknya mereka memperhatikan kebutuhan suasana aktif dan kebugaran anak lewat kegiatan fisik sesuai usia mereka.
Bagikan supaya bermanfaat
Explore

Refleksi Keimanan dan Ketakwaan Seorang Muslim Pasca Ramadan
Ramadan telah usai, namun nilai-nilainya seharusnya tetap hidup dalam diri. Artikel ini mengajak kita merenungi makna sejati puasa, tujuan spiritual dan sosialnya, serta bagaimana mempertahankan semangat ibadah dan ketakwaan setelah Idul Fitri.

Net Zero di Indonesia: Tantangan, Dampak, dan Solusi Menuju Masa Depan Berkelanjutan
Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mencapai Net Zero emisi karbon, mulai dari ketergantungan pada energi fosil hingga deforestasi. Namun, dengan strategi yang tepat seperti transisi energi terbarukan dan kebijakan lingkungan yang kuat, Indonesia dapat mewujudkan masa depan yang lebih hijau. Temukan solusi dan langkah konkret dalam artikel ini!

Problematika literasi masyarakat, akar masalah dan tantangannya
Masih banyak masyarakat dengan literasi rendah. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka buta aksara dan rendahnya tingkat literasi masyarakat. Indonesia adalah negara dengan tingkat literasi yang rendah.

Negeri Bobrok: Ketika Hukum Bisa Dibeli dan Korupsi Merajalela
Ketika pemimpin lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kesejahteraan rakyat, hukum menjadi alat penindasan, dan korupsi merajalela, maka kehancuran sebuah bangsa tinggal menunggu waktu. Bagaimana peran masyarakat, pendidik, dan tokoh agama dalam melawan sistem yang korup? Ataukah kita hanya akan menjadi penonton dalam kebodohan yang sengaja dipelihara?
Rekomendasi

Refleksi Keimanan dan Ketakwaan Seorang Muslim Pasca Ramadan

Net Zero di Indonesia: Tantangan, Dampak, dan Solusi Menuju Masa Depan Berkelanjutan

Problematika literasi masyarakat, akar masalah dan tantangannya

Negeri Bobrok: Ketika Hukum Bisa Dibeli dan Korupsi Merajalela
