Bagaimana Anak Bermain? Mereka Belajar Dari Ayah

Bagaimana Anak Bermain? Mereka Belajar Dari Ayah

“Every father should remember, one day his son will follow his example not his advice”. [Charles Kettering]

Dengan mengajari mereka cara bermain, dan menawarkan semacam dukungan emosional dan sosial tertentu, ayah sangat penting untuk membuka jalan bagi persahabatan anak-anak – jika kita membiarkan mereka.

Persahabatan, dalam banyak hal, dapat menentukan akan menjadi siapa diri kita, dengan orang seperti apa akhirnya kita akan dipengaruhi. Bagaimana kebiasaan kita berdasarkan pergaulan dengan orang.

Anak-anak, dalam menentukan dengan siapa berteman, kadang cenderung memilih berdasarkan kesamaan hobi, fleksibility dalam berinteraksi, kenyamanan dalam penampilan bersama.

Ayah adalah sosok lelaki yang mampu memberikan peluang besar bagi anak dalam belajar untuk menyelesaikan konflik dan kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan teman baru. Bagi kebanyakan anak, teladannya akan menjadi rute menuju ketahanan dan keterlibatan sosial seumur hidup.

Partisipasi ayah dalam pembelajaran sosial dan emosional dimulai dengan keterikatan awal bayi. Memiliki keterikatan yang aman dengan ayah serta ibu dalam masa kanak-kanak mewariskan manfaat jangka panjang dalam hal keterampilan sosial. Ini adalah awal dari proses panjang dan berkelanjutan yang mengarah ke pola interaksi lain, terutama selama bermain.

Anak-anak bermain dengan ayah mereka sering kali merupakan bagian dari kesempatan secara fisik di mana anak-anak mengembangkan keterampilan sosial yang mereka butuhkan untuk berteman dan bergaul. Dalam sebuah penelitian, bahwa para ayah yang memoderasi permainan fisik mereka kepada kecepatan yang sesuai dengan anak-anak mereka, melambat ketika anak menjadi kewalahan dan peka terhadap ekspresi wajah yang menyerukan permainan nonfisik. Disebutkan bahwa jika seorang anak terlalu nakal, ekspresi wajah ayah mengkomunikasikan kepada anak-anak bahwa mereka harus memoderasi perilaku mereka. Anak-anak dari ayah yang mampu membuat peraturan bersama semacam ini lebih berhasil secara sosial dengan teman sebaya. Mereka telah belajar bagaimana mengenali dan menghasilkan isyarat emosional untuk mengelola hubungan. Mereka tahu bagaimana menghindari menjadi terlalu marah atau sedih atau datar, dan bagaimana menjaga emosi mereka pada tingkat yang tidak terlalu berat.

Di samping peran Ayah, peran Ibu juga tentu memiliki kedudukan yang amat penting. Anak belajar banyak tentang ekpresi dan emosi dari Ibu sejak masih menyusui. Anak-anak yang memiliki keterikatan erat dengan ibu dan ayah mereka biasanya memandang kehidupan yang dijalani dengan pandangan positif, dana akan merespons permasalahan dengan cara yang positif. Ibu sangat penting untuk perkembangan emosi anak-anak dan mengelola hubungan dengan teman. Namun, kontribusi mereka seringkali dalam bentuk yang berbeda. Mereka lebih cenderung menyediakan bahasa atau kosa kata emosi dan menyampaikannya dalam format didaktik / pengajaran. Para ayah cenderung lebih banyak memberikan pembelajaran sosial dan emosional mereka dalam konteks interaksi / bermain dan dalam bentuk yang bukan linguistik.

Anak-anak yang beradaptasi dengan baik biasanya memiliki ayah yang menasihati mereka tentang hubungan dan memberi contoh bagaimana memperbaikinya termasuk bagaimana menyelesaikan masalah bersama dan memperbaiki kesalahan masa lalu. Ini adalah templat kognitif untuk menjaga hubungan baik dengan teman dan orang lain. Kemudian selama puluhan tahun tentang pengalaman bagaimana ibu dan ayah menyelesaikan konflik juga menunjukkan bahwa setelah orang tua berselisih, jika mereka menyelesaikan sesuatu dengan cara yang konstruktif, anak-anak akan melakukan lebih baik dan lebih mampu mengelola emosi mereka sendiri.

Cara menumbuhkan kehidupan sosial yang sehat untuk anak Anda ialah dengan menghadirkan pola interaksi yang positif di rumah dengan baik, karena anak-anak adalah ‘pembelajar’ yang baik.

Kontribusi ayah untuk keterampilan sosial anak-anak menurut Profesor Ross D. Parke, seorang profesor psikologi, emeritus, dan direktur Pusat Studi Keluarga di Universitas California, Riverside; dapat mengacu kepada tiga hal: ikatan yang aman, interaksi sosial, dan keterlibatan.

Ikatan yang terjalin secara harmonis dan bebas dari tindakan kekerasan membantu proses adaptasi yang cepat bagi anak untuk belajar bersosialisasi dan bersdaptasi, Ayah yang kasar terhadap Ibunya akan membentuk perilaku anak yang egois dan anarkis. Lalu pola innteraksi sosial dan komunikasi Ayah juga Ibu dengan lingkungan memberi pengalaman visual dan linguistik terhadap anak untuk melakukan percobaan bergaul dan membaur dengan komunitas bermainnya. Kemudian adanya keterlibatan Ayah dalam setiap keperluan anak memecahkan persoalan (dengan tidak memgambil alih penanganan masalah) akan dipandang dan dipelajari oleh anak sebagai bentuk ‘collaborative learning’.

Ayah yang mendampingi anak sejak kecil akan menciptakan perilaku sosial yang baik pada anak. Cara komunikasi Ayah dipandang memiliki kekuatan membentuk kemandirian anak dan kemampuan bergaul dengan teman sebayanya. Rasa percaya dan memberikan kebebasan terhadap anak akan menumbuhkan sikap mandiri dan tanggungjawab ketika anak bermain bersama temannya.

[BungRam – Jan-16-2022]

Bagikan supaya bermanfaat

Recomended

Explore

Bagaimana Kepala Sekolah Mengatasi Tantangan Perubahan Saat Ini?

Kepala sekolah harus menyadari bahwa setiap tahun ajaran berganti akan menghadirkan tantangan baru, kunci bagi para pemimpin sekolah adalah mengubah tantangan ini menjadi peluang positif. Oleh karenanya kesadaran akan sense of change ini perlu selalu muncul dan menjadi sebuah pola pikir berkembang, growth mindset.

Mengengok Fakta Pendidikan di Afganistan

Sistem pendidikan di Afghanistan menghadapi banyak kendala akibat konflik dan perubahan struktur hukum negara tersebut. Pada tahun 2001, hanya 1 juta anak yang bersekolah di Afghanistan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *