Pembelajaran Bermakna #3

Pembelajaran Bermakna #3

Apa yang membuat proses belajar lebih terkontrol, kondusif dan semangat di kelas?  Keterlibatan anak dalam belajar, antusiasme, dan kemampuan melaksanakan tugas sesuai waktu yang ditentukan.

Keterampilan mengatur waktu perlu dilatih sejak anak mulai belajar di level pra-sekolah.  Umumnya di rumahpun para orang tua menerapkan disiplin waktu dalam beberapa aktifitas, seperti mandi, makan, tidur, waktu menonton TV dan bermain. 

Dengan pemahaman waktu yang lebih baik, siswa dapat merencanakan dan memprioritaskan pekerjaan mereka dengan cara yang mendukung keberhasilan akademik. Keefektifan belajar di kelas dengan manajemen waktu yang baik akan mendorong kesuksesan belajar siswa.

 

Berikut cara guru melatih siswa tentang keterampilan mengelola waktu di kelas;

  1. Dorong estimasi.

Sebelum siswa memulai tugas, mintalah mereka memperkirakan berapa lama menurut mereka waktu yang diperlukan. Setelah mereka menyelesaikan tugas, mintalah mereka menuliskan berapa lama sebenarnya tugas itu berlangsung dan merenungkan perkiraannya.

Seringkali siswa mengantisipasi tugas yang membutuhkan waktu lebih singkat daripada yang sebenarnya. Akibatnya, mereka mungkin tidak menyisihkan waktu yang cukup untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Sebaliknya, seandainya mereka tahu tugas akan selesai dengan cepat, siswa mungkin memprioritaskan pekerjaan secara berbeda. 

  1. Gunakan visual.

Gunakan pengatur waktu yang memberi siswa gambaran tentang berlalunya waktu. Ini membantu siswa tetap pada tugas dan memberi mereka cara untuk mengatur waktu mereka secara efektif. Misalnya, jika siswa memiliki waktu 10 menit untuk menjawab pertanyaan tertulis singkat, ketika pengatur waktu mencapai 5 menit, siswa harus diingatkan bahwa mereka harus menyelesaikan setengah jalan. Jika ini menjadi rutinitas di kelas, siswa dapat mulai mengatur dan memprioritaskan pekerjaan yang mereka selesaikan secara mandiri.

  1. Tetapkan batas minimum.

Guru sering memberi siswa batasan waktu yang dapat mereka gunakan—misalnya, “Kamu punya waktu 30 menit untuk menyelesaikan tugas ini.” Sebagai gantinya, coba atur minimum daripada maksimum. Dengan memberi tahu siswa bahwa tugas harus memakan waktu setidaknya 20 menit, Anda mendorong mereka untuk memperlambat dan memantau. Siswa mungkin mengacaukan kecepatan untuk sukses. Mereka sangat ingin mengumumkan, “Saya sudah selesai,” tetapi telah melewati prosesnya dengan tergesa-gesa. 

Selain itu, guru dapat membangun sistem lain yang membantu siswa fokus pada proses daripada produk. Misalnya, guru dapat menambahkan daftar periksa atau rubrik yang harus dirujuk oleh siswa saat mengerjakan tugas. Ini membangun momen refleksi alami.

  1. Tetapkan waktu hening.

Waktu, atau perasaan waktunya, dapat menyebabkan kecemasan meningkat. Saat stres meningkat, kemampuan seseorang untuk memanfaatkan keterampilan fungsi eksekutif mereka menurun. 

Di awal tugas atau penilaian, atur pengatur waktu untuk sedikit waktu hening, misalnya 5 menit. Selama ini, siswa tidak diperbolehkan untuk bertanya. Anda mungkin menemukan bahwa ketika 5 menit berakhir, siswa telah memfilter pertanyaan mereka dan memulai atau mengidentifikasi kebingungan mereka. Penggunaan waktu hening mendorong siswa untuk mengimplementasikan rencana secara mandiri dan memulai tugas.

  1. Gunakan setengah waktu untuk kebebasan mereka berpikir.

Saat memberikan tugas seperti mengingat fakta matematika, mintalah siswa menuliskan jawaban mereka dengan pena untuk menit pertama. Kemudian, izinkan siswa untuk terus bebas bekerja dan berpikir tanpa tekanan. Hal ini memungkinkan mereka untuk membedakan antara otomatisitas dan kemampuan. Seringkali stres karena waktunya dapat berdampak negatif pada kemampuan siswa untuk menampilkan pengetahuan mereka. 

Fleksibilitas yang diformalkan dalam mengerjakan tugas membantu siswa mengoptimalkan kemampuan mereka berpikir tanpa takut salah. Dengan itu mereka bekerja dengan segala upaya dan kemampuannya masing-masing. Penekanan terhadap batasan waktu menyelesaikan tugas cenderung membuat siswa agak panik dan mengalami ‘blocking’. 

[RAM-Des-07-2022]

Bagikan supaya bermanfaat

Recomended

Explore

Mengengok Fakta Pendidikan di Afganistan

Sistem pendidikan di Afghanistan menghadapi banyak kendala akibat konflik dan perubahan struktur hukum negara tersebut. Pada tahun 2001, hanya 1 juta anak yang bersekolah di Afghanistan.

Bagaimana Kepala Sekolah Mengatasi Tantangan Perubahan Saat Ini?

Kepala sekolah harus menyadari bahwa setiap tahun ajaran berganti akan menghadirkan tantangan baru, kunci bagi para pemimpin sekolah adalah mengubah tantangan ini menjadi peluang positif. Oleh karenanya kesadaran akan sense of change ini perlu selalu muncul dan menjadi sebuah pola pikir berkembang, growth mindset.

Strategi dan Praktik Whole Brain Teaching

Pendekatan Whole Braing Teaching merupakan metode terpadu yang menggabungkan manajemen kelas yang efektif dan pendekatan yang baik secara pedagogis terhadap keterlibatan siswa yang efektif dengan berbagai populasi pembelajaran siswa yang telah diuji melalui 15 tahun penerapan di kelas. 

Youtuber Peduli Pendidikan di Papua

Seorang YouTuber dan streamer terkenal Indonesia Windah Basudara, yang berencana akan membangun sebuah sekolah alam di Papua, bernama “Sekolah Alam Bakti Toleransi”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *