Ajari Anak Anda Belajar Mengambil Keputusan Sejak dari Rumah

Ajari Anak Anda Belajar Mengambil Keputusan Sejak Dari rumah

“Good decisions come from experience, experience comes from making bad decisions.”  (Mark Twain)

Pengambilan keputusan adalah salah satu keterampilan terpenting yang perlu dikembangkan untuk anak Anda  menjadi orang dewasa yang baik dan memiliki kepribadian pemimpin. Belajar mengambil keputusan perlu dikenalkan dan dilatih  sejak kanak-kanak, karena hal itu  menentukan perkembangan dan kemampuan mereka untuk menjalani kehidupannya kelak. Sayangnya hari ini, kebanyakan orangtuan cenderung khawatir menyerahkan pengambilan keputusan untuk kepentingan anak oleh anak sendiri.

Tantangannya kini adalah ‘pop culture’. Dikenal juga sebagai ‘Budaya Populer’.  Merupakan totalitas ide, perspektif, perilaku, meme, citra, dan fenomena lainnya yang dipilih oleh konsensus informal di dalam arus utama sebuah budaya, khususnya oleh budaya Barat di awal hingga pertengahan abad ke-20 dan arus utama global yang muncul pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21. Dengan pengaruh besar dari media sosial, kumpulan ide ini menembus kehidupan masyarakat. Budaya populer ingin mengambil keputusan anak-anak Anda dari tangan mereka — dan juga dari Anda sebagai orangtua — lalu membuatkan keputusan bagi anak-anak Anda.

Budaya Populer Mendorong Untuk Membuat Keputusan yang Buruk

Banyak “korban” budaya populer melakukan aktifitas yang justru merugikan dirinya atau masa depannya, dan mereka melakukannya dengan senang hati karena “mengikuti trend”. Setiap kali keputusan melakukan sesuatu yang dipandang trend tersebut ditanyakan alasannya, sebagian besar menjawab ;

  1. mencoba tantangan baru
  2. merasa perlu menunjukkan solidaritas pertemanan
  3. bosan dengan hal yang biasa
  4. tekanan teman sebaya
  5. ingin mencari sensasi
  6. supaya mudah dikenal orang lain melalui media sosial dan digital

Faktanya, itu adalah bagian dari “pekerjaan” anak-anak Anda untuk melakukan hal-hal bodoh. Pengambilan keputusan yang buruk adalah bagian penting dari jalan mereka menuju kedewasaan. Namun, muncul masalah jika pengambilan keputusan mereka yang buruk terus berlanjut. Ini biasanya terjadi ketika orang tua tidak menganggap mereka bertanggungjawab atas keputusan mereka yang buruk, sebaliknya, membebaskan mereka dari masalah yang dihadapi anak-anak mereka. Anak-anak ini belajar bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas keputusan mereka dan dapat terus melakukan hal-hal bodoh tanpa takut akan konsekuensi.

Dorong Anak belajar menjadi  pembuat keputusan yang baik

Mendorong anak-anak Anda untuk membuat keputusan sendiri tidak sesederhana mengatakan, “kamu yang membuat keputusan kamu sendiri.” Sebaliknya, menyerahkan pengambilan keputusan kepada anak-anak Anda adalah proses berdasarkan usia dan kemampuan mereka. Akan sangat berbahaya untuk memberikan anak-anak kebebasan penuh dalam pengambilan keputusan mereka.

Mulailah dengan hal sederhana, misalnya melatih memilih makanan kesukaan, mengajak mereka menentukan mana yang harus dibeli; es krim atau cake coklat, atau tidak keduanya. Pilihan akan membuat sedikit tidak nyaman  atau menantang hasrat anak. Namun kebiasaan itu akan menumbuhkan keterampilan memutuskan yang terbaik berdasarkan pilihan yang tepat.

Seiring bertambahnya usia anak Anda, Anda dapat memperluas jumlah pilihan yang Anda berikan kepada mereka. Anda juga dapat meningkatkan pentingnya keputusan yang mereka buat — misalnya, kegiatan apa yang mereka ikuti di sekolah (seperti ekstra kurikuler), apa saja yang akan dilakukan selesai makan malam, bagaimana mereka mengerjakan proyek kelas yang telah ditugaskan guru, dan lain-lain.

 

Bagaimana Proses Pengambilan Keputusan yang Baik?

Membantu anak-anak Anda mendapatkan pengalaman  membuat keputusan sendiri adalah mendidik mereka tentang proses pengambilan keputusan. Proses itu yang justru paling penting, lebih penting daripada hasilnya. Membuat keputusan yang baik memang tidak mudah dan membutuhkan pengalaman bertahun-tahun untuk dikuasai (tidak ada yang pernah benar-benar menyempurnakannya) bahkan orang dewasa kadang-kadang melakukan hal bodoh juga dari keputusan mereka. Oleh karenanya anak-anak yang sejak dini usia belajar dan diarahkan membuat, mengambil keputusan secara mandiri akan lebih mudah beradaptasi, berpikir secara rasional sesuai kemampuan di usia mereka.

Catatan, karena anak-anak tidak memiliki pengalaman dan perspektif, mereka cenderung membuat keputusan yang impulsif dan fokus pada kepuasan segera. Langkah pertama adalah mengajarkan mereka untuk berhenti sebelum mereka “melompat”. Maksudnya ajari mereka berpikir dan menimbang sebelum memutuskan pilihan.

Berikut  beberapa pertanyaan kunci yang dapat Anda ajukan untuk mereka belajar mengambil keputusan secara baik;

Pertama, “Mengapa aku ingin melakukan ini?” Anda ingin anak-anak Anda memahami apa yang melatarbelakangi keputusan mereka. Dengan demikian, anak-anak biasanya tahu mengapa mereka mengambil keputusan, setidaknya setelah perbuatan itu dilakukan, dan mereka hampir selalu tahu apa keputusan yang benar (dan salah).

Kedua, “Apa pilihanku?” Anak-anak sering memiliki beberapa pilihan yang mungkin saat dihadapkan dengan suatu masalah. Misalnya, ketika dihadapkan dengan kemungkinan mencuri permen dari toko bersama teman-teman, anak-anak dapat;

a) mengambil permen,

b) tidak mengambil permen tetapi mengabaikan fakta bahwa teman mereka mencuri, atau

c) mencoba meyakinkan teman-teman mereka bahwa mencuri itu salah.

Mengetahui pilihan mereka dapat membantu anak-anak Anda melihat dengan jelas apa keputusan mereka dan juga akan memudahkan mereka untuk berpikir, menghubungkan keputusan mereka dengan apa yang benar.

Ketiga, “Apa konsekuensi dari tindakanku?” (atau dalam bahasa mereka, “Berapa banyak masalah nanti yang akan aku hadapi jika melakukan ini?”). Dinsini mereka belajar menilai risiko dan konsekuensi dari keputusan mereka dalam jangka pendek dan jangka panjang. Tantangannya di sini adalah bahwa anak-anak sering meremehkan konsekuensi dan melebih-lebihkan manfaat dari keputusan mereka. Jika Anda menetapkan harapan yang tinggi dan menerapkan konsekuensi yang berat terhadap mereka, mereka mungkin berpikir dua kali sebelum bertindak ceroboh.

Terakhir keempat, mungkin pertanyaan paling penting yang perlu ditanyakan anak-anak kepada diri mereka sendiri adalah: “Apakah keputusan ini demi kepentingan terbaikku?” Memahami apa yang terbaik dalam jangka pendek dan jangka panjang, memiliki keprihatinan ini lebih besar daripada kepentingan yang bersaing dari budaya populer dan tekanan teman sebaya, dan membuat keputusan berdasarkan kepentingan terbaik mereka adalah puncak dari proses belajar mengambil  keputusan yang tepat.   Kepala Sekolah merupakan sosok penggerak utama dalam satuan pendidikan. Ia adalah pemimpin lembaga dan organisasi, sekaligus pemimpin pembelajaran yang menggerakkan. Apa yang kepala sekolah lakukan dalam aktifitas “menggerakkan” tersebut?

[BungRam-Agt-15-21]

Bagikan supaya bermanfaat

Recomended

Explore

Kemendikbudristek Kejar Sertifikasi 1,2 Juta Guru di Tahun 2025

Jumlah guru yang belum tersertifikasi sebanyak 1,6 juta. Namun dari data tersebut yang masuk kriteria menjadi PPG hanya ada 1,2 juta, karena sisanya ada yang belum menamatkan jenjang pendidikan S1.
Ada 589.589 guru sudah lulus menjadi PPG, sedangkan sisanya yaitu 713.582 guru masih belum mengikuti seleksi dan diharapkan pada tahun 2025 bisa mengikuti program tersebut.

Mengapa Orang Berbuat Curang?

Mengapa orang berbuat curang? Temukan alasan di balik perilaku ini dalam artikel kami. Dari faktor psikologis hingga pengaruh sosial, kami menjelaskan berbagai motivasi yang mendorong individu untuk mengambil jalan pintas. Baca selengkapnya untuk memahami kompleksitas kecurangan dan bagaimana kita dapat mengatasinya. Artikel ini mengajak Anda untuk menggali lebih dalam tentang fenomena kecurangan dan dampaknya dalam kehidupan sehari-hari.

Manfaat Membaca Nyaring bagi Siswa

Membaca nyaring tidak hanya sekadar aktivitas membaca, tetapi juga merupakan alat yang efektif untuk meningkatkan keterlibatan siswa, pemahaman bacaan, dan strategi pembelajaran yang lebih baik. Membaca nyaring dapat bermanfaat bagi semua usia, termasuk orang dewasa. Banyak penelitian menunjukkan bahwa orang dewasa yang membaca nyaring juga mengalami peningkatan dalam pemahaman dan keterlibatan dengan teks.

Kesenjangan Digital dan Literasi

Kesenjangan digital sebagai tantangan utama dalam literasi saat ini, menyoroti pentingnya akses dan keterampilan teknologi untuk meningkatkan kemampuan membaca dan memahami informasi di era digital.
Mengatasi kesenjangan digital adalah langkah penting dalam meningkatkan literasi di masyarakat. Dengan menjembatani kesenjangan ini, kita tidak hanya meningkatkan kemampuan individu untuk membaca dan menulis, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk menjadi warga negara yang lebih terinformasi dan terlibat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *