#5 Tentang Pendidikan Yang Memanusiakan (bagian kedua)

Generic selectors
Exact matches only
Search in title
Search in content
Post Type Selectors

Kultigraf #5 Tentang Pendidikan Yang Memanusiakan (bagian kedua)

Apa yang diingin setiap orang tua dari proses pendidikan di sekolah? Apa yang mesti kita mulai evaluasi dari kegiatan belajar di sekolah? Banyak jawaban yang berbeda. Jawaban untuk pertanyaan pertama, orang tua dari anak kelas 3 di sebuah sekolah swasta pernah mengatakan bahwa ia ingin anaknya setelah lulus SD pandai membaca al Quran dan hafal surat-surat tertentu di dalam Al Quran. Bisa lebih mandiri dan menunjukkan perilaku yang baik terhadap orang tua dan teman-temannya. Bisa lulus dengan nilai terbaik dan diterima di SMP Negeri yang bagus di dekat rumahnya. Kemudian jawaban yang kedua pernah disampaikan oleh seorang kepala sekolah negeri di Jakarta, bahwa saat ini sekolah harus memfasilitasi kebutuhan belajar murid dan guru yang cocok dengan kondisi saat ini, dan kebutuhan anak-anak bersaing dalam dunia kerja.

“Kita hidup di dua dunia; nature and nurture”, kata Sir Ken Robinson, PhD. “Nature adalah dunia yang ada di sekelling kita, dan nurture adalah dunia yang ada di dalam diri kita” lanjut Robinson. Dunia di sekeliling kita tetap eksis meski kita ada ataupun tidak ada. Dunia yang ada di dalam diri kita akan eksis selama kita eksis. Kita ingin anak-anak kita mencapai sesuatu yang kita inginkan, harapkan, bayangkan. Kita menciptakan sendiri tentang kesuksesan belajar, masa depan dan kesempurnaan untuk anak kita. Pendidikan di sekolah kita harapkan memenuhi dunia kita. Padahal anak-anak juga memiliki dunia di dalam dirinya sendiri. Proses pendidikan yang mereka jalani di sekolah adalah dunia luar yang mereka pertemukan dengan inner world  mereka sendiri. Sayangnya banyak orang tua tidak mampu memahami itu. Saat pelaku pendidikan di sekolah menginginkan sebuah keadaan yang terbaik untuk pekerjaan mereka, mereka sedang memikirkan inner world mereka sendiri. Jawaban  untuk pertanyaan kedua adalah bahwa pendidikan, lembaga pendidikan, harus membantu peserta didik memahami inner world mereka juga: bagaimana mereka belajar, merasakan, mengalami, berpikir, dan melihat kemampuan mereka sendiri serta bagaimana merek bisa meraih bekal untuk menjalani kehidupannya.

Persaingan dalam dunia kerja terjadi karena kompetensi yang dibangun dan dikembangkan di sekolah banyak yang tidak relevan dengan kebutuhan kehidupan dan dunia industri yang berkembang pesat dan mengikuti “dunia” nya juga. Guru yang berpikir bahwa proses belajar dengan model bersaing, berlomba, mencapai garis finish yang sama dengan cara yang sama adalah guru yang tidak memahami dunia dalam diri peserta didiknya. Mereka akan berkata bahwa persaingan hidup amat ketat, yang tidak memiliki kompetensi akan tergeser bahkan tergilas dengan orang-orang terseleksi dan dunia industri yang menyeleksi. Guru dan sekolah tidak menghadirkan proses belajar yang membekali bagaimana cara belajar, karena terfokus dengan materi ajar yang tidak up to date. Terpusat dengan pengetahuannya sendiri yang sering sudah usang. Akhirnya, perlahan namun pasti masyarakat kita terbagi ke beberapa bagian atau lapisan; kelompok bawah; kelompok menengah; dan kelompok atas, dalam berlomba mencapai bekal persaingan hidup yang semakin tidak fair. Ikarena itu semua menurut saya, pendidikan harus dikembalikan lagi kepada fungsi dan perannya sebagai unsur kedua dalam memberikan bekal hidup anak yang serius memperhatikan kedua dunia anak-anak tersebut, bukan dunianya orang tua, maupun dunia industri. Pendidikan dan lembaga pendidikan harus memberi perhatian besar agar para siswa, mengerti dunia di sekitar mereka dan keterampilan yang mereka miliki. Lalu mereka dapat menjadi individu aktif dan terpenuhi kebutuhannya, serta mampu berada dalam perubahan dunia di luar dirinya.  [R-22012023]

Bagikan supaya bermanfaat

Kultigraf #4
Mendefinisikan Ulang Peran Guru Profesional
Merdeka Belajar, Menghadirkan Pembelajaran Bermakna
Membangun Integritas Dalam kepengasuhan di Rumah
Mengembangkan growth mindset dalam diri anak
Bagaimana anak bermain

Pendidikan

Kepala Sekolah merupakan sosok penggerak utama dalam satuan pendidikan. Ia adalah pemimpin lembaga dan organisasi, sekaligus pemimpin pembelajaran yang menggerakkan. 

Guru dalam proses pendidikan di abad 21 ini perlu  upaya yang lebih serius, diamis, kritis, adaptif dengan perubahan, serta jauh melompat seiring perkembangan   teknologi informasi berbasis digital.

Keterampilan mengatur waktu perlu dilatih sejak anak mulai belajar di level pra-sekolah.  Umumnya di rumahpun para orang tua menerapkan disiplin waktu dalam beberapa aktifitas, seperti mandi, makan, tidur, waktu menonton TV dan bermain. 

Salah satu penyebabterjadi bullying oleh guru di sekolah  adalah saat guru lebih mengutamakan punishment daripada proses lainnya serti self evaluation atau menumbuhkan pola komunikasi positif diantara murid.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *