Membangun Integritas Dalam Kepengasuhan di Rumah

Membangun Integritas Dalam Kepengasuhan di Rumah

“‘Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong).” (Hadits Muttaqa ‘Alaih)

Bagaimana Anda menumbuhkan dan mengembangkan budaya integritas di rumah?

Gus Dur pernah berkata, “Hanya ada tiga polisi yang tidak bisa disuap, yakni patung polisi, polisi tidur, dan Hoegeng.” Ungkapan  tersebut disebutkan oleh Gus Dur karena memang Hoegeng adalah sosok polisinyang terkenal jujur, anti suap. Ia dikenal sebagai seorang aparat kepolisian yang tegas dan amanah.

Ada satu cerita menarik tentang sikap integritas Hoegeng ketika menjabat sebagai Menteri/Sekretaris Presidium Kabinet, dia mendapat mobil dinas dan mobil keluarga sesuai ketentuan negara sebagai fasilitas bagi pejabat. Namun ia menolak satu mobil, yaitu mobil keluarga. “Hoegeng mau simpan di mana lagi, Mas Dharto? Hoegeng tak punya garasi lagi,” katanya kepada sekretarisnya.  Namun karena sudah ketentuan, mobil tersebut akhirnya diterima. Akan tetapi, mobil tersebut disimpan di rumah sekretarisnya dan hanya digunakan ketika benar-benar ada keperluan saja.

Selain itu, Hoegeng juga pernah menerima hadiah mobil dari perusahaan Dasaad Musin Concern yang memegang lisensi beberapa mobil merek Eropa dan Jepang. Namun, oleh Hoegeng surat pemberitahuan hadiah tersebut tak ditanggapi dan malah diberikan kepada seorang teman.

Selain mobil, Hoegeng juga pernah menolak hadiah dua motor. Oleh Hoegeng, kedua motor tersebut langsung dikembalilan pada hari kedatangan. Ia memang tak pernah mau menerima hadiah-hadiah yang tidak jelas juntrungannya.

Banyak catatan kisah teladan dari tokoh-tokoh di republik ini, sejak zaman penjajahan hingga saat ini. Integritas adalah satu ciri kepemimpinan yang paling menunjukkan kualitas seorang pemimpin atau negarawan yang baik.

Nah, sikap intergitas tidak muncul dari teori belajar yang kurikuler di sekolah. Guru yang mampu menanamkan sikap integritas, haruslah sesorang guru yang memiliki integritas juga. Apalagi di rumah, orangtua bisa menanamkan sikap integritas dalam pola pengasuhannya kepada anak, bilamana orangtua juga memiliki sikap integritas di rumah, ataupun di tempat kerja.

 Apa itu integritas?

Dalam KBBI, integritas ; mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran.

Menurut Cambridge dictionary,

 integrity;  the quality of being honest and having strong moral principles that you refuse to change

–       someone’s high artistic standards or standards of doing their job, and that person’s determination not to lower those standards

–       the quality of being whole and complete

Siswa mengembangkan kejujuran akademik ketika Anda membangun kosa kata moral mereka, merespons dengan pilihan alternatif yang terbaik, menggunakan kutipan yang bermakna, dan menginspirasi mereka untuk percaya pada diri mereka sendiri.

Anak-anak di rumah akan mengembangkan sikap integritas mereka ketika Anda menunjukkan sikap yang adil, penuh perhatian, kasih sayang, dan penuh keterbukaan. Anda harus menunjukkan sikap transparan dalam berkomunikasi, menjelaskan apapun terhadap mereka, dengan pilihan kata yang tepat sesuai usia mereka. Seringkali anak merasa apa yang disampaikan oleh orangtuanya tidak jujur, karena mungkin maksud orangtua agar anak tidak mendengar sebagian kosa kata yang dianggap belum pantas didengar oleh anak saat itu. Akhirnya anak merasa lerlu mencari tau, dari orang lain di luar rumah.

Bagaimana anak-anak belajar untuk jujur, menghormati norma-norma sosial, dan bertindak dengan cara yang konsisten dengan nilai-nilai, kepercayaan, dan prinsip-prinsip moral yang mereka pegang? Bagaimana para guru menanamkan dan memperkuat kode etik di ruang kelas mereka ketika bukti menunjukkan bahwa pengujian tingkat tinggi menumbuhkan budaya ketidakjujuran ? Ini adalah pertanyaan sulit.

Anak-anak tidak dilahirkan dengan integritas atau perilaku yang kita asosiasikan dengannya, seperti kejujuran, kehormatan, rasa hormat, keaslian, tanggung jawab sosial, dan keberanian untuk membela apa yang mereka yakini benar. Ini diperoleh melalui proses sosialisasi budaya – pengaruh dari semua bidang kehidupan anak. Di lingkungan sekolah mereka, siswa memperoleh nilai-nilai dan perilaku ini dari teladan dan rekan sejawat dewasa, dan khususnya, melalui pemahaman prinsip-prinsip integritas akademik. Ketika siswa belajar integritas dalam pengaturan ruang kelas, itu membantu mereka menerapkan prinsip yang sama dengan aspek lain dari kehidupan mereka.

Sebagian besar pendidik sejak pendidikan dini usia hingga menengah menyadari bahwa siswa yang mereka ajar hari ini akan menjadi pemimpin masa depan. Kurikulum akademik terus diperbarui untuk memenuhi tuntutan masyarakat ilmu pengetahuan yang terus berubah. Namun kita kurang memperhatikan kebiasaan yang membangun sikap dan etika seorang pemimpin – kebiasaan yang berkembang selama masa kanak-kanak dan remaja. Sebuah studi baru-baru ini mencatat bahwa 40 persen dari anggota fakultas di Amerika Serikat telah mengabaikan kasus kecurangan dalam proses pembelajaran mereka , sebuah indikasi bahwa guru tidak ingin bermasalah atau berurusan dengan orang tua yang marah (karena nilai anak mereka kecil). Penelitian yang disusun oleh Layanan Pengujian Pendidikan menunjukkan masalah yang mengganggu terkait dengan pengembangan integritas siswa TK hingga menengah, dalam beberapa dekade terakhir, siswa lebih cenderung untuk curang (saat ujian). Saat ini, lebih banyak siswa di atas rata-rata berlaku curang ketika mereka menerima tekanan yang kuat (dari orangtua) untuk diterima di sekolah atau perguruan tinggi yang kompetitif/favorit.

Sesungguhnya kecurangan dimulai di sekolah dasar di mana anak-anak belajar melanggar  aturan untuk memenangkan permainan kompetitif melawan teman sekelas. Anak kecil percaya kecurangan itu salah, tetapi bisa diterima dalam keadaan tertentu. Siswa sekolah menengah merasakan peningkatan tekanan untuk tidak jujur karena ada banyak tuntutan untuk meraih  nilai tinggi.

Integritas adalah bagian dari model yang dirancang untuk melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam prinsip-prinsip pengembangan kepribadian generasi muda yang positif, karena integritas adalah dasar dari keharmonisan dan tindakan sosial. Terlepas dari kekuatan sosial yang menguji integritas, anak-anak berhak mendapatkan dunia yang menghargai kebenaran, kejujuran, dan keadilan.

Membangun sikap integritas di rumah bisa dilakukan oleh orangtua di tengah-tengah keluarga.  Misalnaya bahwa dalam konteks sikap integritas, yang harus dihargai lebih dulu ialah proses mencapai tujuan, bukan tujuannya semata. Seperti di dalam ujian sekolah, yang penting harus diapresiasi dari anak ialah proses mereka mencapai hasil ujian, bagaimanapun hasilnya. Sebab jika yang diapresiasi ialah hanya hasilnya saja, maka kecurangan dan menghalalkan berbagai cara (yang salah) dianggap tidak masalah, yang penting mencapai hasil atau tujuan yang dinginkan.

Kemudian, orangtua hendaknya mengembangkan kosa kata moral lebih banyak di rumah. Pola komunikasi yang sarat akan nilai-nilai moral akan membangun sikap integritas dalam diri anak. Mungkin kita memiliki latar belakang budaya yang beragam, dan setiap budaya dari suku asal keluarga kita memiliki kekhasan dalam hal etika dan norma. Namun secara universal, konsep moral pastilah sama, adapun  perbedaan lebih banyak kepada istilah dan sebutan. Misalnya nilai kehormatan,  nilai penghargaan, nilai kesopanan, semua suku dan budaya di negara sama. Oleh karenanya konsep moral perlu ditanamkan sejak di rumah, bagaimanapun latar belakang budaya kita.

Beberapa nilai moral yang penting kita tanamkan di rumah:

  • Tanggung jawab
  • Menghormati
  • Keadilan
  • Kepercayaan
  • Kejujuran

Sementara orangtua tidak sepenuhnya dapat mengendalikan perilaku anak di tengah kesibukannya, mereka dapat merespons dengan konsisten ketika menegakkan nilai moral dan aturan baik di rumah atau aturan yang sudah dibiasakan di sekolah. Perilaku jujur mungkin akan berkonsekwensi bagi siapapun. Pastikan ketika anak melakukan sebuah pelanggaran, dan dia harus berkata jujur, orangtua tidak perlu memberinya hukuman atas kesalahannya, dan dia nyatakan dengan jujur. Orangtua cukup mengingatkan untuk tidak mengulanginya lagi. Sehingga kelak ia merasa bahwa kejujurannya dihargai tanpa mempermasalahkan secara berlebihan atas kekeliruannya.

Gunakan kalimat-kalimat motivasi, kutipan yang bermakna untuk membangun jati diri dan kepribadian mulia anak-anak. Kalimat positif diyakini akan memberikan dampak positif terhadap perilaku. Sebagaimana kalimat negatif berlaku dampak yang sama.

Kutipan dapat digunakan dengan anak di hampir semua usia. Untuk anak yang lebih tua, kalimat itu sering digunakan sebagai permulaan untuk jurnal atau penulisan esai. Banyak kutipan-kutipan kalimat motivasi yang bisa kita sampaikan  di sela-sela komunikasi keluarga.

Kemudian, orangtua juga harus membantu anak dalam membangun kepercayaan diri. Tidak ada yang lebih mendorong anak untuk mau berusaha selain rasa percaya diri. Dalam banyak penelitian perkembangan perilaku anak, menemukan bahwa abak-anak yang memiliki rasa percaya diri yang baik akan mudah memiliki dna megembangkan sikap integritas di kehidupannya kelak.  Karena ketika seorang anak belajar untuk percaya pada diri mereka sendiri, ketidakjujuran dan rasa tidak hormat tidak lagi masuk akal. Hidup dengan integritas menjadi cara hidup.

 [BungRam-Nov-16-20]

Bagikan supaya bermanfaat

Recomended

Explore

Interpretasi Ajaran Agama dan Monopoli Kebenaran Atas Nama Tuhan 

Klaim sebagai kelompok yang paling benar, agama yang paling benar di sisi Tuhan, hingga klaim paling berhak masuk surga, sering bermetamorfosis menjadi tindakan anarkis. Padahal sejatinya tindakan yang dianggap ‘perintah’ Tuhan itu sangat rigid dengan pemahaman tekstual yang terbatas. Terbuka peluang untuk ditandingkan dengan penafsiran lainnya yang berbeda, sehingga melahirkan konsekwensilogis berbeda pula.

8 Hal Yang Dibutuhkan Siswa Dalam Pembelajaran Berbasis Proyek  

Kita cenderung menganggap pembelajaran berbasis proyek berfokus pada penelitian, perencanaan pemecahan masalah, keaslian, dan penyelidikan. Selain itu, kolaborasi, kecerdasan, dan juga jaringan – lusinan karakteristik yang ‘sesuai’ dengan pembelajaran berbasis proyek.

Itu semua lebih dikenal antara lain karena fleksibilitas – secara umum, sebagai kerangka kurikulum. Anda dapat melakukan, mengajar, menilai, dan menghubungkan hampir semua hal dalam konteks proyek yang dirancang dengan baik.

Menengok Permasalahan Kesetaraan Gender Abad Ini

Kesetaraan gender telah menjadi isu global yang signifikan, dengan laporan terkini menyoroti tantangan yang sedang berlangsung dan area yang sangat membutuhkan kemajuan.

Beberapa momen dalam seajarah kehidupan sosial berkontribusi dalam memunculkan perdebatan tentang kesetaraan gender. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *