Kultigraf #6 Tentang Pendidikan Yang Memanusiakan (bagian ketiga)

Generic selectors
Exact matches only
Search in title
Search in content
Post Type Selectors

Kultigraf #6 Tentang Pendidikan Yang Memanusiakan (bagian ketiga)

“Education is what remains after one has forgotten everything he learned in school –  Pendidikan adalah apa yang tersisa setelah seseorang melupakan semua yang dia pelajari di sekolah”, kata Albert Einstein. Saya menarik beberapa garis yang menghubungkan maksud dari pernyataan Einstein itu kepada kondisi yang mungkin dulu ia banyak lihat terjadi di sekolah di masa hidupnya, dengan kondisi kebanyakan sekolah-sekolah di sekitar kita saat ini di negara ini. Kita boleh mengatakan bahwa pendidikan mulai banyak yang muncul sebagai institusi yang memberikan anak-anak jalan kesuksesan, peluang menjadi manusia yang berguna bagi dirnya sendiri dan orang lain. Namun beberapa catatan penting tentang fakta kualitas pendidikan kita memberikan ilustrasi paradox mengenai  sekolah. Sekolah sebagi miliu kedua pembentukan jati diri dan pembekalan keterampilan hidup, namun sekolah juga menjadi rumah kedua yang membuat anak-anak tertinggal jauh untuk mampu menguasai keterampilan hidup, bahkan mereka terbentur dengan pola perilaku yang justru merusak potensi dan kodratnya sebagai manusia.

Sekolah saat ini adalah bangunan dengan ruang-ruang yang ditambahkan berbagai fasilitas seperti layaknya di rumah seperti bangku meja, lemari, alat elektronik dan area bermain, ditambah kelengkapan penunjang proses pengajaran oleh guru, seperti papan tulis, perlengkapan olahraga dan musik, buku kertas dan lain-lainnya yang sebagian kecilnya juga ada di rumah. Yang akan membedakan bangunan sekolah dan bangunan rumah tinggal dalam hal melangsungkan proses pendidikan adalah struktur kegiatan dan perencanaan yang dibuat sekolah dalam memberikan anak-anak pengalaman belajar. Kemudian para tenaga pengajar dengan bidang kemampuan dan keahliannya menunjukkan kepada siswa bagaimana cara menguasai pengetahuan dan keterampilan baru – meskipun dalam banyak kenyataan keterampilan yang dimaksud sudah mulai banyak jauh tertinggal dari yang dibutuhkan oleh anak-anak sebagai bekal menjalani kehidupannya kelak.

Pernyataan Einstein membuat kita berpikir dan sekaligus tersindir. Kegiatan pendidikan di sekolah tercatat dalam format yang terlalu simpel namun kaku dan sering dibuat rumit. Pendidikan di sekolah selama ini adalah kegiatan instruksional guru bersama murid, uji kemampuan dalam bentuk tes yang tidak adil, kemudian pelaporan hasil belajar yang mereduksi peta kemampuan anak menjadi nilai (teramat subyektif) dari guru. Sekolah semestinya sudah menjadi medium seperti yang dalam sejarahnya pada masa Yunani kuno diawali sebagai kegiatan mengisi waktu senggang, karena pendidikan yang dibutuhkan anak saat itu diberikan di rumah. Pengelompokan anak-anak dalam satu wadah belajar dengan seorang tenaga pengajar dirumuskan untuk memberikan keterampilan tambahan yang juga sangat dibutuhkan di zaman tersebut seperti untuk berperang, keterampilan retorika, dan spiritual. Sekolah dikembangkan kemudian sebagai tempat mendapatkan pengajaran yang lebih banyak lagi tentang keterampilan hidup yang terus berkembang. Sekolah pada masa renaisans lebih banyak perhatian terhadap ilmu pengetahuan dengan mata pelajaran seperti sejarah, astronomi, musik, dan geometri menjadi prioritas. Kini lembaga sekolah kita harus bertanya, “apa yang dibutuhkan anak-anak di zaman ini?” Bukan meminta anak-anak harus menguasai rangkuman pengetahuan yang ditulis di zaman sebelumnya, sehingga pendidikan setelah keluar dari ruang kelas di sekolah tidak menyisakan keterampilan yang sejatinya harus dikuasai oleh para murid sekolah tersebut berdasarkan kebutuhan zamannya dan masa depannya. [R-26012023]

Bagikan supaya bermanfaat

Kultigraf #4
Mendefinisikan Ulang Peran Guru Profesional
Merdeka Belajar, Menghadirkan Pembelajaran Bermakna
Membangun Integritas Dalam kepengasuhan di Rumah
Mengembangkan growth mindset dalam diri anak
Bagaimana anak bermain

Pendidikan

Kepala Sekolah merupakan sosok penggerak utama dalam satuan pendidikan. Ia adalah pemimpin lembaga dan organisasi, sekaligus pemimpin pembelajaran yang menggerakkan. 

Guru dalam proses pendidikan di abad 21 ini perlu  upaya yang lebih serius, diamis, kritis, adaptif dengan perubahan, serta jauh melompat seiring perkembangan   teknologi informasi berbasis digital.

Keterampilan mengatur waktu perlu dilatih sejak anak mulai belajar di level pra-sekolah.  Umumnya di rumahpun para orang tua menerapkan disiplin waktu dalam beberapa aktifitas, seperti mandi, makan, tidur, waktu menonton TV dan bermain. 

Salah satu penyebabterjadi bullying oleh guru di sekolah  adalah saat guru lebih mengutamakan punishment daripada proses lainnya serti self evaluation atau menumbuhkan pola komunikasi positif diantara murid.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *