Kultigraf #7 Tentang Pendidikan Yang Memanusiakan (bagian keempat)
Kultigraf #7 Tentang Pendidikan Yang Memanusiakan (bagian keempat)
Beberapa tahun yang lalu saya pernah menghadiahkan sebuah buku kepada salah satu guru di sekolah yang saya dampingi, sebagai hadiah kuis dari kegiatan diskusi mingguan kami. Buku yang saya beli adalah karangan ulama besar Indonesia, masih ada hingga kini, seorang pakar tafsir al Quran dan selalu memiliki pandangan keagamaan yang bijak dan bersikap santun. Ketinggian ilmunya selaras dengan perilakunya, dengan akhlaqnya. Beberapa hari setelah diskusi, Ibu guru itu datang ke saya dan berkata, āpa maaf bukunya saya berikan ke guru yang lainā, āoh ya, kenapa bu?ā ātanya sayaā. āTidak boleh baca oleh suami sayaā, jawabnya. ākata suami saya pa Ustadz yang menulis buku itu adalah ulama yang ākontroversialāā lanjutnya lagi. Saya menggunakan kata ākontroversialā di tulisan ini untuk mengganti kata lain yang dilabelkan oleh suaminya itu kepada penulis buku, karena lebih umum dan rasa penghormatan saya terhadap ulama tersebut. Kejadian serupa dialami juga oleh guru lain yang meminjam buku dari saya untuk dibacanya sebagai upaya dia menambah wawasan dan pengetahuan. Kawannya sesama guru menyarankan untuk tidak membacanya, karena alasan yang serupa dengan suami si guru pertama tadi. Tetapi berbeda dengan guru yang pertama, guru yang kedua tetap membacanya, karena baginya membaca buku yang bagus, apalagi yang ditulis oleh ulama, terlepas pendapatnya berbeda dengan ulama lainnya, adalah sebuah hal yang sepatutnya dilakukan oleh seorang yang berprofesi guru. Kegemaran membaca adalah bagian dari jiwa seorang guru, seorang yang berprofesi menyampaikan pengetahuan dan memfasilitasi pembelajaran.
Di antara penyebab mengapa sebagian masyarakat Indonesia, khususnya di bidang pendidikan jauh tertinggal kompetensinya dibanding masyarakat negara lain; yaitu lemahnya Ā daya belajar, kreatifitas, dan kemampuan berpikir kritis. Tentunya penyebab lainnya cukup kompleks, namun paling tidak cerminan ketertinggalan itu tergambar dari kemampuan belajar dan aktifitas yang terjadi di berbagai sekolah di seluruh tanah air. Guru sebagai penggerak utama mobilisasi kemampuan peserta didik untuk meningkatkan kompetensinya, baik literasi maupun numerasi, tidak cukup cakap melakukan lompatan-lompatan dan tidak berani menggas ide baru dan pengalaman baru untuk para peserta didiknya. Semua aktifitas belajar di sekolah diselenggarakan dengan mengikuti pakem yang tidak orisinil atau menduplikasi kebiasaan dan kulltur lama yang semestinya harus diperbarui. Mengapa? Menurut saya karena tidak percaya diri! Sistem pendidikan kemudian berjalan di tempat, alih-alih menjadi pusat peradaban dan lembaga yang melahirkan pemimpin dan pejuang, sekolah susah sekali mendorong para siswa berprestasi dan menjadi dirinya sendiri. Pola belajar yang berpusat pada guru dan pengetahuan yang diajarkan berpusat pada buku menjadi faktor terbesar minimnya daya belajar dan kreatifitas guru juga siswa, plus kemampuannya untuk berpikir kritis.
Minimnya daya belajar guru menyebabkan kejumudan sebagaimana dalam cerita di atas menurut saya cerminan ketertinggalan fungsi akal untuk menjadi motor memahami pengetahuan yang universal dan kebijaksanaan dunia akademisi dan lembaga pendidikan. Melarang membaca buku, memaksa untuk berpihak kepada satu kubu, atau mengikuti pendapat tanpa Ā pengetahuan adalah buah dari proses pendidikan yang memenjarakan pikiran, merantai kebebasaan ā dua hal penting untuk menciptakan kemampuan bernalar kritis. Proses itu kemudian menjadi pola dalam masyarakat sekolah selama ini, salah satu wujudnya adalah memusatkan pengetahuan dan sumber ajar hanya kepada pemegang otoritas di dalam kelas, yaitu guru. Nah pendidikan yang memanusiakan kini amat dibutuhkan. Yaitu pendidikan dengan sistem yang melahirkan kultur pembelajar, sikap terbuka, berani untuk berbeda dan tetap menghormati setiap perbedaan. Pendidikan yang memanusiakan adalah sebuah proses yang panjang, bukan dibatasi dengan capaian sesaat yang standarnya berorientasi kepada pemenuhan dunia industri, dunia pekerja, Lembaga pendidikan yang memanusiakan memberikan area luas mengembangkan kompetensi, bukan memupuk hasrat berkompetisi. Ketika lembaga pendidikan memberikan peluang bagi setiap anak menjadi pemenang, tampil percaya diri dengan segenap kemampuan dan karakteristiknya yang difasilitasi oleh guru. Pendidikan yang memanusiakan membuat setiap anak berkembang kodratnya, tumbuh sehat jiwa dan raganya, berpeluang melakukan banyak hal dari segala pakem yang ada, belajar dan berimajinasi tanpa karena mereka sejatinya manusia, bukan benda.Ā [R-04022023]
Bagikan supaya bermanfaat
Rekomendasi
Gaya kepemimpinan yang meningkatkan kemampuan mendengarkan, memotivasi inklusi, dan memastikan tindakan afirmatif merupakan keterampilan yang amat dibutuhkan di dunia kerja di zaman ini.Ā
Guru merupakanĀ learning agentĀ (agen pembelajaran), yaitu guru berperan sebagai fasilitator, pemacu, motivator, pemberi inspirasi, dan perekayasa pembelajaran bagi peserta didik.Ā
Untuk menciptakan komitmen terhadap perbaikanĀ kinerja seseorang, dibutuhkan konsistensi yang baik. Sikap konsistenĀ memengaruhi komitmen individu melalui dua faktor; gaya berpikir, dan caraĀ mereka diajak untuk berkomitmen.Ā
Orang tua sering bertanya-tanya apa yang bisa mereka lakukan dan katakan untuk menumbuhkan pola pikir anak mereka dari tetap menjadi tumbuh. Apa yang orang tua dapat lakukan untuk mengembangkan pola pikir anak?
Kemendikbudristek Kejar Sertifikasi 1,2 Juta Guru di Tahun 2025
Jumlah guru yang belum tersertifikasi sebanyak 1,6 juta. Namun dari data tersebut yang masuk kriteria menjadi PPG hanya ada 1,2 juta, karena sisanya ada yang belum menamatkan jenjang pendidikan S1.
Ada 589.589 guru sudah lulus menjadi PPG, sedangkan sisanya yaitu 713.582 guru masih belum mengikuti seleksi dan diharapkan pada tahun 2025 bisa mengikuti program tersebut.
Manfaat Membaca Nyaring bagi Siswa
Membaca nyaring tidak hanya sekadar aktivitas membaca, tetapi juga merupakan alat yang efektif untuk meningkatkan keterlibatan siswa, pemahaman bacaan, dan strategi pembelajaran yang lebih baik. Membaca nyaring dapat bermanfaat bagi semua usia, termasuk orang dewasa. Banyak penelitian menunjukkan bahwa orang dewasa yang membaca nyaring juga mengalami peningkatan dalam pemahaman dan keterlibatan dengan teks.
Memahami Down Sindrom pada Anak: Tips untuk Orang Tua
Down Sindrom, atau yang dikenal juga sebagai trisomi 21, adalah kondisi genetik yang terjadi akibat adanya salinan ekstra dari kromosom 21. Anak dengan Down SindromĀ memerlukan perhatian khusus dalam pengasuhan. Mereka mungkin mengalami keterlambatan dalam perkembangan, tetapi dengan dukungan yang tepat, mereka dapat belajar keterampilan sosial, motorik, dan bahasa.
Mengapa Orang Berbuat Curang?
Mengapa orang berbuat curang? Temukan alasan di balik perilaku ini dalam artikel kami. Dari faktor psikologis hingga pengaruh sosial, kami menjelaskan berbagai motivasi yang mendorong individu untuk mengambil jalan pintas. Baca selengkapnya untuk memahami kompleksitas kecurangan dan bagaimana kita dapat mengatasinya. Artikel ini mengajak Anda untuk menggali lebih dalam tentang fenomena kecurangan dan dampaknya dalam kehidupan sehari-hari.