Konsep Qona’ah dalam Kehidupan Modern
Kata Qanaah berasal dari bahasa Arab Qana’a-yaqna’u-qana’an-qanaa’atan, yang berarti suka menerima yang dibagikan kepadanya, rela. Secara istilah Qana’ah berarti menerima keputusan Allah Swt. dengan tidak mengeluh, merasa puas dan penuh keridhaan atas keputusan Allah Swt., serta senantiasa tetap berusaha sampai batas maksimal kemampuannya.
Dapat diartikan pula qanaah merasa cukup terhadap pemberian rezeki dari Allah Swt. Dengan sikap inilah maka jiwa akan menjadi tentram dan terjauh dari sifat serakah atau tamak. Orang yang bersikap qanaah, ia rela menerima kenyataan hidup yang dialami, tidak berkeluh kesah, tidak mengangan-angan kesenangan yang diterima orang lain.
Apabila manusia merasa qanâ`ah dengan harta yang sedikit, niscaya tidak akan ada lagi manusia yang miskin. Apabila seorang hamba ridha dengan rezeki yang diberikan untuknya niscaya ia tidak akan butuh lagi kepada orang lain, dan ia pun akan menjadi mulia walaupun tidak banyak memiliki kekayaan dunia.
Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—telah memandu umat beliau untuk bersifat qanâ`ah melalui sabda beliau, “Ridhailah apa yang telah dibagikan Allah untukmu, niscaya engkau akan menjadi orang yang paling kaya.” Bahkan Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—sendiri berdoa kepada Allah, “Ya Allah, berilah aku sifat qanâ`ah terhadap semua rezeki yang Engkau anugerahkan, dan berilah keberkahan padanya, serta gantilah segala yang hilang dariku dengan kebaikan.”
Orang yang bersifat qanâ`ah akan memiliki jiwa yang tenang, selalu bahagia dan tenteram, sebab ia tidak akan pernah melihat kepunyaan orang lain, tidak akan mendambakan apa yang tidak ia miliki, sehingga ia dicintai oleh Allah dan disayangi oleh manusia. Memang benar apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam: “Bersikap zuhudlah terhadap dunia pasti Allah akan mencintaimu, dan bersikap zuhudlah terhadap apa yang ada di tangan manusia niscaya engkau akan dicintai oleh manusia.”
Kekuasaan dan keserakahan menghapus sifat qona’ah.
Seiring dengan kemajuan masyarakat, orang-orang mulai lebih mencari cara untuk memperkuat kekuasaan mereka daripada memenuhi kebutuhan mereka. Kita tidak pernah membutuhkan saldo uang yang tinggi dan harta benda yang kebutuhannya paling tinggi. Karena kemajuan masyarakat, kita telah melupakan gagasan tentang kepuasan diri dan mengabaikan hal-hal yang dianggap bermanfaat oleh masyarakat.
Masyarakat perlahan-lahan berubah menjadi masyarakat yang penuh keserakahan dan perilaku tidak manusiawi yang lebih memilih orang-orang yang mempunyai pengaruh dan kekuasaan daripada warga negara biasa.
Anak-anak sekolah menderita depresi akibat tekanan dari luar dan ekspektasi yang tinggi dari masyarakat dan orang tua. Tak seorang pun mempunyai keinginan untuk memenuhi kebutuhannya seolah-olah mereka akan tertinggal dalam perlombaan kehidupan. Berlomba untuk apa? Berlomba untuk bersaing dan saling mengalahkan di setiap level.
Sesungguhnya seorang hamba tidak akan mencapai derajat orang-orang yang bersyukur kecuali jika ia telah qanâ`ah dengan rezeki yang didapatnya, sebagaimana sabda Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—kepada Abu Hurairah, “Wahai Abu Hurairah, jadilah orang yang wara’, niscaya engkau akan menjadi hamba yang paling taat. Jadilah orang yang qanâ`ah, niscaya engkau akan menjadi hamba yang paling bersyukur, dan cintailah untuk manusia apa-apa yang engkau cintai untuk dirimu sendiri, niscaya engkau akan menjadi orang beriman.”
Seorang hamba yang qanâ`ah pasti pandai menjaga harga dirinya. Ia tidak akan menjual mukanya hanya karena meminta kenikmatan dunia yang pasti sirna. Merekalah yang dipuji oleh Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—di dalam firman-Nya (yang artinya): “(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah sehingga mereka tidak dapat (berusaha mencari nafkah) di muka bumi; orang yang tidak tahu pasti menyangka bahwa mereka orang kaya karena pandai memelihara diri dari minta-minta. engkau mengenal mereka dengan melihat sifat-sifat mereka, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” [QS. Al-Baqarah: 273]
Konsep qona’ah dan kehidupan modern
Kehidupan di zaman yang penuh persaingan dan keserakahan untuk memenuhi hasrat bahagia, kesejahteraan dalam hidup, menyebabkan rasa ketidakpuasan yang tidak berujung.
Ambisi, ego, konsep diri, dan narsisime menarik setiap individu terpisah dari jati dirinya. Maka kebahagiaan sejati dalam kehidupan modern dicapai dengan kemampuan mengendalikan diri, memiliki konsep “menjadi merdeka daripada memiliki”, dalam konsep kebutuhan manusia Erich Fromm.
Menurut Erich Fromm manusia mempunyai lima kebutuhan dasar yang utama:
Keterhubungan : Kebutuhan manusia yang pertama akan keterhubungan mengacu pada keinginan akan hubungan antarmanusia dan hubungan yang bermakna. Hal ini berkaitan langsung dengan orientasi produktif, yang ditandai dengan kemampuan menjalin hubungan yang sehat dengan orang lain serta memberi dan menerima empati. Kurangnya keterhubungan, menurut Fromm, merupakan masalah utama yang berdampak signifikan pada kesehatan mental.
Transendensi : Kebutuhan ini mengacu pada keinginan untuk terhubung dengan hal-hal yang lebih besar dari diri kita sendiri. Hal ini dapat melibatkan tujuan, atau dapat berfokus pada hal-hal seperti alam, seni, atau agama. Orang-orang yang mempunyai orientasi produktif lebih cenderung melakukan aktivitas-aktivitas yang memberi mereka perasaan melampaui batas dan menjalin hubungan dengan dunia di luar diri mereka.
Keberakaran (rootedness) : Manusia mempunyai kebutuhan untuk merasa menjadi bagian dari dirinya. Mencari keberakaran dapat membantu orang membentuk koneksi dan menciptakan rasa aman dan aman. Kebutuhan yang tidak sehat akan keberakaran dapat menyebabkan ketergantungan yang berlebihan dan ketidakfleksibelan. Orang-orang yang memiliki orientasi reseptif, misalnya, mungkin memiliki kebutuhan yang lebih kuat akan keberakaran karena mereka mencari rasa stabilitas dalam kehidupan mereka.
Identitas : Fromm percaya bahwa manusia juga mempunyai kebutuhan untuk mengembangkan kesadaran diri. Hal ini dapat menciptakan rasa identitas yang kuat yang memungkinkan orang memiliki harga diri dan kepercayaan diri yang sehat, namun hal ini juga dapat menimbulkan masalah. Orang dengan orientasi pemasaran, misalnya, mungkin merasa terdorong untuk mendefinisikan diri mereka melalui harta benda yang mereka miliki. Mereka mungkin sangat dipengaruhi oleh tekanan masyarakat dan budaya konsumen.
Kebebasan : Kebutuhan akan kemandirian dan otonomi merupakan aspek kunci dari teori kepribadian Fromm. Kebutuhan ini dapat bertentangan dengan kebutuhan untuk memiliki, sehingga menimbulkan rasa cemas yang dapat memicu perilaku tidak produktif. Orientasi karakter penimbun misalnya, berupaya mencari kebebasan dengan cara mengakumulasi harta benda, yang mana dengan benda-benda individual tersebut akan memberikan kestabilan dan rasa kendali terhadap lingkungan.
Orientasi karakter yang digambarkan Fromm merupakan hasil dari upaya masyarakat untuk memenuhi dan beradaptasi terhadap kebutuhan tersebut. Tipe produktif adalah yang paling sehat dan memiliki keseimbangan yang harmonis. Orientasi lainnya mewakili cara-cara yang kurang sehat dalam mengatasi kebutuhan tersebut. Dalam setiap kasus, orang-orang terlalu mementingkan satu kebutuhan dan mengabaikan kebutuhan lainnya.
Umar ibnul Khaththâb berkata, “Tamak adalah kemiskinan dan keputusasaan (tidak banyak berharap) adalah kaya. Karena orang yang tidak mengharapkan milik orang lain berarti tidak membutuhkan mereka.”
Jadi, qona’ah sejatinya adalah sikap merdeka dan bebas dari keinginan diri yang terlampau mengikat. Berdasarkan teori kepribadian Fromm, sikap merasa cukup, merasa puas dengan apa yang ada, menjaga seseorang tetap sehat, tetap memiliki nilai kehidupan dan kesejahteraan yang sesungguhnya di dalam kehidupan modern.