Gadis Cilik di Jendela
"Change starts with care. If you see children suffering from hunger, for example, you should think of the cause of the issue, and how you can support."
‘Tidak pernah sebelum atau sejak saat itu ada orang dewasa yang mau mendengarkan Totto-Chan sampai selama itu. Lagipula Mama dan guru wali kelasnya dulu pasti heran ada anak umur tujuh tahun yang bisa menemukan obrolan untuk diceritakan selama empat jam penuh tanpa henti. Tentu saja ketika itu Totto-Chan tidak tahu bahwa dia dikeluarkan dari sekolah karena gurunya sudah kehabisan akal menghadapinya. Wataknya yang periang dan kadang-kadang suka melamun, membuat Totto-Chan berpenampilan polos. Tapi jauh di dalam hatinya, dia merasa dianggap aneh dan berbeda dari anak-anak lain’. Itu adalah kutipan novel ‘Totto-Chan Gadis Cilik di Jendela’.
Novel otobiografi Tetsuko Kuroyanagi yang berjudul asli Madogiwa no Totto-chan pertama kali diterbitkan pada tahun 1981. Kemudian menjadi bestseller di Jepang.
Novel yang berkisah mengenai nilai pendidikan yang Kuroyanagi terima di Tomoe Gakuen, sebuah sekolah dasar di Tokyo yang didirikan oleh pendidik Sosaku Kobayashi selama Perang Dunia II.
Tulisan Tetsuko itu awalnya adalah artikel bersambung dalam majalah Kodansha, Young Woman, yang muncul mulai dari Februari 1979 hingga Desember 1980. Artikel tersebut kemudian disusun dalam bentuk buku, yang membuat sejarah dalam penerbitan di Jepang dengan penjualan lebih dari 5 juta sebelum akhir 1982.
Inspirasi Tomoe Gakuen bagi seorang gadis cilik
Tomoe Gakuen adalah sekolah luar biasa dengan banyak kebebasan. Sekolah tersebut memiliki ruang kelas bekas gerbong kereta yang dirancang khusus. Segala sesuatu di sekolah ini sama menakjubkannya dengan kepala sekolah yang sabar saat menyambut kedatangan Tetsuko – yang kala itu membuat Mamanya hampir frustasi – senang gembira bukan kepalang.
Sekolah baru itulah yang kemudian menjadi tonggak sejarah dalam kehidupan Totto chan karena ia menemukan banyak teman yang penuh kasih dan perhatian serta Kepala Sekolah yang istimewa seperti Kobayashi.
Suasana hangat dan kemerdekaan dalam belajar di sekolah Tomoe Gakuen membuat Tetsuko memiliki karakter penyayang dan peduli terhadap orang lain. Hal itu mengantarkannya kepada kerja kemanusiaan yang ia lakukan seiring karirnya di dunia seni peran dan senin suara.
Tetsuko dikenal secara internasional karena kegiatan amal dan penggalangan dananya. Ia mendirikan Totto Foundation, yang diambil dari nama tokoh protagonis otobiografi dan eponim dalam bukunya Totto-chan, Gadis Kecil di Jendela . Yayasan ini secara profesional melatih para aktor tunarungu, menerapkan visi Kuroyanagi untuk membawa teater bagi para tunarungu.
Pada tahun 1984, sebagai pengakuan atas karya amalnya, Tetsuko Kuroyanagi ditunjuk menjadi Duta Besar UNICEF , menjadi orang pertama dari Asia yang memegang posisi ini. Selama akhir tahun 1980an dan 1990an, beliau mengunjungi banyak negara berkembang di Asia dan Afrika untuk kegiatan amal dan misi niat baik, membantu anak-anak yang menderita bencana dan perang serta meningkatkan kesadaran internasional mengenai situasi anak-anak di negara-negara miskin.
Pada peringatan 75 tahun UNICEF, Tetsuko Kuroyanagi menjelaskan bagaimana pengalamannya sebagai seorang anak yang hidup dalam perang begitu menginspirasinya.
Gadis cilik yang dahulu membuat guru hilang kesabaran (karena tidak mengerti) saat ia membuka dan menutup penutup meja berulang-ulang, kemudian menimbulkan suara yang sangat mengganggu. Jika tidak melakukan hal tersebut, ia akan berlama-lama berdiri di depan jendela kelas dan memanggil pemusik jalanan.
Kini Tetsuko menjadi duta Goodwill UNICEF sejak tahun 1984, dan telah mengunjungi hampir 40 negara dan berbagai wilayah.
Menurut saya, perjalanan hidup Tetsuko yang menyenangkan dan menginspirasi dimulai saat ia meninggalkan sekolah lama dan masuk Tomoe Gakuen. Ia menemukan kemerdekaan mengekspresikan dirinya dengan perhatian Kobayashi yang sabar serta guru-guru hebat.
Di Tomoe Gakuen-lah Tetsuko Kuroyanagi yang dikenal kemudian dengan Sebutan Totto-Chan belajar dengan hal-hal yang tidak biasa dilakukan di sekolah sebelumnya. Hanya di Tomoe Gakuenlah ia merasa orang mau mengerti dirinya. Seorang kepala sekolah yang sederhana mau mendengarkan ocehannya di awal perjumpaan, hingga tidak Totto kehabisan cerita untuk disampaikan.
Karakter yang terbangun di .Sekolah Gerbong Kereta’ Tomoe gakuen membentuknya menjadi seseorang yang imajinatif dan juga penuh empati terhadap orang lain.