Hadiah Untuk Guru di Hari Guru
Seorang anak kelas 2 SD mengumpulkan sisa uang jajannya untuk memberikan hadiah kepada gurunya berupa aksesoris dan sebuah pulpen berwarna merah. Kemudian ditanya oleh ibunya, “mengapa kamu memberi hadiah pulpen berwarna merah?” “kan Bu guru setiap hari suka memeriksa hasil ulangan dan PR, jadi biar bisa untuk memberi nilai”, jawab anak itu.
Beberapa tahun lalu di sebuah sekolah para orang tua siswa selalu membawakan hadiah untuk para guru dari anak-anak mereka setiap hari pembagian raport dan kelulusan tiba. Ada yang memberikan tas, kain, kerudung, baju, coklat, kue bolu, hingga kalung atau cincin emas.
Para guru menjadi bahagia dan senang bukan kepalang, hingga di setiap hari pembagian raport dan kelulusan, lini masa dan cerita di media sosial para guru dipenuhi dengan unggahan hadiah yang mereka terima, tentunya dengan ucapan terima kasih, atau konon ada juga yang dijadikan “kode” bagi yang belum sempat ngasih.
Namun kemudian itu harus dihentikan oleh yayasan. Sebagian percaya, bahwa peraturan baru yayasan menyebut itu sebagai bagian dari gratifikasi.
Peraturan itu merujuk kepada penjelasan Pasal 12B pada UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi adalah: Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Menurut Sugiarto, Fungsional Utama Dit. Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK, menjelaskan bahwa pemberian hadiah (terhadap guru) akan dianggap gratifikasi yang terlarang karena telah memenuhi dua unsur, yaitu ‘berhubungan dengan jabatan, dan ‘berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya’,
Saya tidak membahas masalah duduk persoalan hadian guru sebagai gratifikasi atau bukan di tulisan ini. Bagi saya persoalannya adalah bukan pada hadiah atau ucapan terima kasih dari siswa atau orang tua siswa kepada gurunya.
Juga bukan tentang penghargaan dari yayasan atau pemerintah kepada guru berprestasi dalam bentuk hadiah uang di dalam amplop atau sertifikat.
Tentu apakah seorang guru (yang digaji oleh pemerintah) berhak atau tidak menerima hadiah dari seorang Ibu yang berterima kasih karena anaknya yang sulit membaca atau tidak percaya diri, lalu menjadi mampu dan berubah karena inspirasi gurunya dan motivasi yang tulus setiap bertatap muka di sekolah, karena itu dianggap gratifikasi?
Apakah seorang guru (swasta) salah atau tidak ketika menerima hadiah kue atau baju dari orang tua siswa yang senang saat mendapati anaknya rajin sholat dan mau mengaji, sementara di rumah Ayah atau ibunya tidak pernah berhasil meminta sang anak belajar mengaji dan mau sholat?
Menurut saya, kedua contoh di atas dapat dilepaskan dari kerangka definisi memberikan sesuatu atas nama unsur ‘berhubungan dengan jabatan, dan ‘berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya’
Mengapresiasi profesi guru artinya memposisikan bahwa seorang guru adalah sosok manusia paling menentukan bagi anak-anak di kelas yang diampunya, atau mata pelajaran yang diajarkannya.
Oleh karenanya segala unsur dan segala aspek dalam proses menjalankan profesi guru harus disiapkan dan diatur dalam sistem kerja yang baik dan profesional. Dalam kerangka karir kerja, profesi guru perlu dievaluasi dan diberikan perhatian agar menjadi profesi yang paling istimewa.
Karena dampak jangka panjang dari perilaku, kompetensi, integritas dan rekam jejak guru memengaruhi dan memberikan impact yang kuat kepada perilaku peserta didik sejak mereka mengenyam pendidikan di sekolah.
Apa yang perlu diperhatikan tentang memberi hadiah atau menerima hadiah dalam konteks mengapresiasi guru?
Pertama, memberi hadiah adalah sesuatu yang baik. Di dalam agama Islam bahkan saling memberi hadiah sangat dianjurkan. Namun memberi hadiah sebagai bagian dari berharap imbalan atas hubungan kerja atau kepentingan tertentu dari pemberi kepada penerima dapat dikategorikan suap atau gratifikasi, sebagaimana siebutkan dalam pasal 12B pada UU No 20 Tahun 2001 di atas.
Kedua, memberi hadiah pada momen tertentu pada hakikatnya hal yang wajar. Yang perlu dipertanyakan dan perlu dievaluasi adalah tentang seremoni pemberian hadiah secara kolektif di setiap acara tertentu seperti pembagian raport, perpisahan kelas atau wisuda, sehingga menjadi kegiatan rutin dan seakan menjadi bagian penting yang harus dilakukan di acara tersebut. Kemudian memberi hadiah pada acara tersebut menjadi kebiasaan yang ditekankan, dan sekaligus diharapkan.
Pengkolektifan menyiapkan hadiah untuk guru sering menimbulkan masalah, khususnya bagi orang tua yang tidak memiliki finansial yang lebih. Apalagi jika setiap anggota dalam grup diingatkan melalui broadcast list anggota yang sudah menyetor sejumlah uang.
Ketiga, guru yang menerima hadiah juga sering kali menjadi sorotan tersendiri. pasalnya, di era media sosial, era upload status atau story, mengupload hadiah yang diterima dalam unggahan bisa memberi dampak bagi diri guru sendiri atau orang lain.
Tidak perlu seorang guru yang menerima hadiah untuk selalu mengunggahnya dalam status media sosial walau sekedar ungkapan rasa syukur dan terima kasih. Karena bisa jadi mengundang tanya atau membuat guru lain atau orang tua lain membanding-bandingkan.
Pada prinsipnya hadiah adalah ungkapan penghargaan dan rasa terima kasih. Banyak cara untuk mengungkapkannya dan kapan diungkapkan.
Ungkapan terpenting bagi guru di hari guru adalah dorongan untuk memberi dukungan kepada setiap guru melakukan tugas profesinya lebih baik lagi, lebih profesional. Hadiah terbaik baik guru dari orang tua adalah dukungan untuk dapat berkolaborasi bersama dalam memfasilitasi keberhasilan anak.